Keadilan Itu Ada, Tapi Tidak Untuk Semua


Di negeri ini, hukum semestinya menjadi pelindung terakhir bagi mereka yang tak punya kuasa. Ia seharusnya berdiri di garis terdepan, membela kebenaran dan menegakkan keadilan tanpa memandang status dan kedudukan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, rakyat kecil seringkali diperlakukan keras oleh hukum dan menjadi pisau tajam yang menusuk mereka, namun tumpul saat dihadapkan dengan mereka yang kaya dan punya kuasa. Kalimat itu bukan hanya sekedar ucapan, melainkan kenyataan pahit yang terus berulang. Rasanya seperti menyaksikan sebuah pertunjukan yang kita sudah tahu akhirnya, si miskin dihukum, si kaya dilindungi.

Baru-baru ini, publik kembali dibuat geram dengan kasus korupsi Pertamina Patra Niaga. Perusahaan ini diduga mengoplos dan menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi secara ilegal ke sektor industri demi keuntungan pribadi. Negara pun dirugikan hampir Rp 1 kuadriliun, jumlah yang sangat besar untuk hanya disebut “penyimpangan.” Tapi yang membuat hati ini lebih sesak adalah pertanyaan, kenapa kasus sebesar ini baru terbongkar sekarang? apa yang telah dilakukan oleh para pengawas negara selama ini? dan apakah para pelakunya benar-benar dihukum dengan setimpal? atau semua ini akan berakhir seperti biasa, dengan pengadilan yang penuh drama, tetapi tanpa keadilan yang sebenernya? 

Sementara itu, rakyat biasa tetap diperlakukan tanpa ampun. Kita bisa lihat kasus pria di Gunungkidul yang mencuri lima potong kayu demi sesuap nasi dihukum penjara lima tahun. Atau kasus mahasiswa ITB yang membuat meme Prabowo-Jokowi ciuman sebagai bentuk kritikan terhadap pemerintahannya, namun kini terjerat UU ITE dan terancam hukuman 12 tahun penjara. Ironinya jelas, rakyat yang melakukan kesalahan kecil ditindak dengan cepat dan tegas, sedangkan para pejabat yang mencuri uang rakyat justru diperlakukan dengan penuh kehati-hatian. Di sinilah rasa percaya kita pada keadilan perlahan-lahan memudar. Bukan karena kita tak menghormati hukum, itu karena hukum sendiri terlalu sering menunjukkan bahwa ia tidak berpihak pada yang lemah.

Mahkamah Konstitusi sempat memberi harapan dengan memutuskan bahwa lembaga pemerintahan tidak boleh menggunakan pasal pencemaran nama baik semaunya. Namun perubahan itu tak cukup jika undang-undangnya sendiri masih membungkam suara rakyat. UU ITE masih jadi momok yang menakutkan, banyak orang lebih memilih diam daripada berbicara, karena takut dilaporkan. Akibatnya, banyak dari mereka hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Meskipun di atas kertas hukum tampak terus diperbaiki, namun kenyataannya, semua itu tak lebih dari ilusi, karena perubahan hukum tidak mengubah praktik apapun di lapangan.

Mirisnya, masyarakat sudah mulai kehilangan harapan. Setiap kali ‘tikus-tikus’ pemerintah ditangkap, komentar di media sosial bukan lagi rasa puas dan aman, melainkan cemoohan “Paling gak sampe 1 tahun”,“mau berharap apa sama hakim di negara ini?,” atau “ga papa selama hakim berpihak di kamu, kamu aman”. Saat kepercayaan pada hukum runtuh, maka yang tumbuh bukan lagi rasa hormat, tapi rasa muak. Dan ini bisa jadi awal dari kekacauan, karena ketika hukum tak lagi dipercaya, maka orang-orang mulai menciptakan hukumnya sendiri.

Kita tak bisa terus membiarkan keadaan seperti ini. Hukum harus kembali ke fitrahnya, melindungi yang lemah, menegur yang salah, dan bersikap adil untuk semua orang, bukan hanya yang punya nama ataupun kuasa. Negara ini membutuhkan keberanian untuk memperbaiki sistem hukumnya dari akar, bukan basa-basi, bukan juga pencitraan. Sebagai warga negara, kita juga memiliki tanggung jawab untuk bersuara, untuk mengingatkan, dan untuk tidak menyerah pada ketidakadilan yang terus berulang. Karena ketika hukum berhenti berpihak pada keadilan, maka suara rakyat harus lebih nyaring dari diamnya sistem.

Nur Shofia Ardita (L1B022076) 

Referensi 

Assifa. F.(2025). Kisah Pria Gunungkidul Terancam 5 Tahun Penjara karena Curi 5 Kayu demi Makan. https://regional.kompas.com/read/2025/01/18/230702778/kisah-pria-gunungkidul-terancam-5-tahun-penjara-karena-curi-5-kayu-demi

Hukmana. S.Y (2025). Mahasiswi ITB Pembuat Meme Prabowo-Jokowi Ciuman Dijerat UU ITE, Terancam 12 Tahun Penjara. https://www.metrotvnews.com/read/b3JCp52a-mahasiswi-itb-pembuat-meme-prabowo-jokowi-ciuman-dijerat-uu-ite-terancam-12-tahun-penjara

Yarda. V.R.D (2025). Hampir Rp1 Kuadriliun Kerugian Negara Akibat Korupsi di Pertamina Patra Niaga, Tersangka Bertambah. https://bangka.tribunnews.com/amp/2025/02/27/hampir-rp1-kuadriliun-kerugian-negara-akibat-korupsi-di-pertamina-patra-niaga-tersangka-bertambah


Comments

Popular posts from this blog

Kuliah atau Kerja? Menimbang Prioritas Anak Muda Masa Kini

Komunikasi dalam Sunyi: Strategi Komunikasi Orang Tua Dalam Membangun Dunia Anak Autis